Apakah blog saya membantu anda?

Apakah blog saya membantu anda?

Bantu saya untuk klik like ya...

Subscribe Now!

Senin, 17 Februari 2014

Menyingkap Rahasia Kelemahan RUU Tentang Ormas


Ciputat – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang telah sampai pada panitia kerja (Panja) DPR RI, dianggap masih memiliki banyak kelemahan. Hal tersebut dilontarkan oleh peneliti Wahid Institute, Alamsyah M. Dja’far dalam Dialog Publik Polemik Seputar RUU Ormas, Jum’at (14/9) sore, di Asrama Putri PMII Cabang Ciputat.
Dalam pemaparannya, salah satu butir yang bermasalah dari RUU tersebut adalah tentang adanya larangan organisasi mendapatkan dana asing. Batasan tersebut muncul akibat “ulah” salah satu LSM asing Greenpeace yang diklaim menerima dana asing atas hasil judi. “Dana asing itu sebenarnya yang seperti apa? Toh NU, Muhammadiyah dan ormas lainnya pun dapat dana dari asing. Jadi perlu diteliti lagi lebih cemat,” tegasnya. Selain itu, RUU Ormas yang juga muncul sebagai respon atas tindakan-tindakan anarkis yang sering dilakukan beberapa ormas keagamaan dan tidak berbadan hukum, dianggapnya kurang efektif.
“Sesungguhnya hak untuk berserikat dan berkumpul tanpa perlu mendaftar itu harus di lindungi. Pendaftaran suatu ormas untuk menjadi badan hukum harus secara sukarela. Jadi FPI misalnya, mempunyai hak untuk mendaftar maupun menolak hal itu,” ungkap aktivis yang juga merupakan mantan ketum PMII Komfakda ini. Terkait dengan kekerasan yang kerap muncul tersebut, Alam menyatakan bahwa masyarakat masih banyak yang salah dalam memahami kebebasan berdemokrasi. “Dalam prinsip demokrasi, kekerasan memang diperbolehkan. Tapi harus melalui mekanisme kontrol undang-undang dan hanya boleh dilakukan oleh aparat, dalam hal ini kepolisisan saja,” ujarnya. Ia lalu menambahkan bahwa kekerasan yang terjadi tidak selalu bermula dari organisasi tersebut. Tetapi juga karena adanya ruang yang diberikan negara.
 
Bayangkan, sambung Alam, pelaku pembunuhan hanya dijatuhi hukuman enam bulan penjara. “Hebatnya pelaku pembunuhan seorang pendeta di Medan ini hanya didera atas delik perbuatan tidak menyenangkan saja,” herannya.
 
Menurutnya penegakan hukum yang lemah itu, terjadi karena kegagalan negara dalam menjalankan prinsip keadilan dan bukan karena ketiadaan undang-undang. “Negara ini banyak bahkan bertebaran undang-undang. Tapi faktor kemauan dan keberanian dari presiden lah yang berpengaruh. Jadi pemerintah harus lebih tegas,” jelasnya.
Lalu, RUU ini juga terindikasi akan pelanggaran asas demokrasi dan mengekang kemerdekaan berkumpul. Pembubaran pemerintah terhadap ormas yang dianggap menyebarkan paham-paham terlarang (sosialisme, atheisme) dan melakukan tindakan yang tidak seseuai dengan RUU itu, disebut sebagai upaya mematikan sikap kritis masyarakat. “Seharusnya yang dapat membubarkan ormas hanyalah pengadilan. Itu pun harus melalui mekanisme hukum yang tepat. Jadi disana semua dapat berdebat dan membuktikan kebenaran. RUU ormas sengaja dibuat untuk menjaring kritisme kita,” tegasnya. Ia pun menyimpulkan bahwa para aktivis bukan enggan di atur oleh pemerintah. Mereka hanya ingin aturan yang win-win solution, yakni menguntungkan semua pihak. “Kami ingin diatur oleh Undang-Undang Perkumpulan, itu pun harus bebas dari intervensi pemerintah,” tutupnya.
 
-(Kelebihan RUU Tenetang Pangan)-
 
Dalam hitungan hari RUU Pangan akan segera disahkan oleh DPR melalui rapat Paripurna. Jika jadi disahkan ini adalah peraturan pangan berbentuk undang-undang  yang kedua. Sebelumnya kita mempunyai UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Hanya saja dibanding RUU Pangan yang bakal disahkan Kamis pekan ini mempunyai kelebihan. Menurut Achmad Surayana, Kepala Badan Ketahanan Pangan, setidaknya ada lima kelebihan RUU Pangan dibanding dengan UU No 7 Tahun 1996.
 
Pertama RUU Pangan memasukkan unsur kedaulatan dan kemandirian pangan dalam Undang-undang. Penyebutan dua hal ini menandakan bahwa upaya untuk membuat bangsa ini mandiri dan berdaulat dalam pangan sangatlah serius.  Kedua  RUU ini jauh lebuh komperehensif dibanding UU sebelumnya. Hal ini terlihat dari adanya pengaturan sistem ketahanan pangan, keterjangkauan pangan dan pemanfaatan pangan. Selain itu RUU ini juga mengatur manajemen pangan , pengawasan dan sistem informasi serta penelitian pangan.  “RUU Pangan merubah sekitar sekitar 50% isi dari UU Pangan sebelumnya,” kata Ahmad saat berbicara di diskusi bulanan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Selasa (16/10).
 
Kelebihan ketiga adalah RUU ini mengakomodasi  perubahan sistem pemerintahan. Dalam RUU ini pengelolaan pangan kini bersifat desentralisasi. Pemerintah daerah akan banyak berperan dalam menentukan ketahanan pangan di daerah. Kelebihan ke empat adalah dalam RUU ini peran masyarakat sangat ditonjolkan. Peran masyarakat  dalam mendukung upaya ketahanan pangan diberikan ruang yang cukup sehingga sifat pembangunan ketahanan pangan tak melulu tugas pemerintah. Menurut Ahmad kelebihan yang lain dari RUU dari UU No 7 Tahun 1996 adalah adanya kelembagaan pangan yang kuat dan berada langsung di bawah presiden. Lembaga ini juga akan dipisahkan perannya sebagai regulator dan operator. Atas dasar itu Ahmad yakin bahwa upaya menuju ketahanan pangan selangkah lebih baik ketimbang sebelumya.

0 komentar:

Posting Komentar