Apakah blog saya membantu anda?

Apakah blog saya membantu anda?

Bantu saya untuk klik like ya...

Subscribe Now!

Minggu, 21 Juli 2013

SISI GELAP PLN, “Hidup Tidak Mau, Mati Keterusan”

Dug.. Dug… Dug….!
Suara bedug memecah keheningan kota tua di bulan Ramadhan. Do’a berbuka puasa pun segera akan di lantunkan, tiba-tiba seorang teman megadu kepada saya melalui pesan singkat dengan nada yang sedikit jengkel. “Tidakkah bapak-bapak petinggi yang di atas sana bias mencarikan solusi yang cerdas terhadap masalah PLN ini? Tidakkah DPRD bias memanggil PLN untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya? Baru saja kami ingin berbuaka puasa, gelap gulita pula yang datang menghela.

Hari berikutnya, tepat ketika makan sahur di mulai, teman yang sama mengirimi saya sebuah pesan singkat lagi. “ LISTRIK MATIIIIIIII…”, jeritnya. Saya saat itu hanya bisa menghibur (atau membuatnya tambah jengkel), “Sabar kawan, Habis gelap terbitlah terang “.

Pengaduan teman saya ini rasanya adalah satu dari sekian banyak pengaduan dari konsumen PLN. Kontak sms warga dan PLN juga telah membuka gardu pengaduan, tapi setiap kali PLN mati, sialnya nomor itu tidak pernah bias di hubungi. “PLN lebih baik padamkan lampu hias, lampu gila dari spotlite dan billboard kota tua yang kejam dan menyerap banyak daya PLN dari pada harus mengorbankan masyarakat, Ibadah kami rusak gara-gara sering jengkel sama PLN, PLN itu ibarat  pepatah hidup enggan mati keterusan”. Sebenarnya masyarakat juga tidak mau memelihara kejengkelan itu, karna rasa jengkel itu yang terus merusak batin dan amal serta memakan usia mereka. masyarakat telah letih, Masyarakat tidak mau lagi berkeluh kesah karna PLN, apalagi di bulan Ramadhan ini, Astaghfirullah hal’azim, Na’uzubillahiminzalik.

Pada dasarnya masyarakat dapat mengerti giliran pemadaman itu, hanya saja aturlah agar pemadaman itu tidak di saat masyarakat sedang benar-benar membutuhkannya, jangan ketika waktu sedang beribadah dan jangan pula di hari-hari besar, jangan .. jangan … jangan ada giliran pemadaman lagi sebaiknya.

“Apakah ini yang harus kami dapatkan? Seperti mimpi saja, berulang kali PLN menanggapi masalah ni, katanya ini di luar kendali mereka, lah wong itu kerja mereka kok bisa-bisanya di luar kendali. Untuk apa ada yang ahli jika itu untuk di luar kendali. Mundur sajalah, jangan kebanyakan mangkir dari pada hidup harus menghadapi sumpah serapah masyarakat tiap harinya”. Begitulah kata-kata persis warga kota tua yang berprofesi sebagai petugas kebersihan yang penulis temui di bawah gelapnya malam di ruas jalan kota.

Tidak jauh dari lokasi sebelumnya penulis mampir ke sebuah pesantren kenamaan di nusantara. Jauh di terawang, hanya suara gemuruh santri yang bergema melawan rasa kesal di hati mereka. “Apelah nak jadi PLN ni, orang baru je nak duduk manis mengkaji kitab allah, eh mati pulak lagi dah, apelaaah yang dah jadi ni, mati ke mati, tak sudah-sudah.

Apapun masalahnya, yang penting harus ada progres. Harus ada langkagh sistematis dan terukur untuk memperbaiki keadaan, sebab kebutuhan akan listrik memang tidak ada habisnya. Listrik saat ini telah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia. Itu belum jika kita berbicara tentang peluang investasi yang selalu kita gembor-gemborkan. Penyediaan listrik yang cukup, murah dan mudah di peroleh merupakan suatu utilitas minimal untuk pengembangan investasi di samping air bersih dan sarana komunikasi. Jika tiga hal itu mampu kita finish-kan, maka kita akan mampu bersaing dengan daerah atau Negara lai n yang sudah mapan dalam hal ini.

Tanpa maksud mencari kambing hitam dalam masalah penyelesaian konflik ini, PLN memanglah pihak yang harus bertanggung jawab, sebab kalau tidak, lebih bagus tidak ada PLN. Serahkan saja ke masing-masing daerah untuk mengolah masalah listriknya sendiri. Sementara itu pemerintah, baik itu pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah juga harus ikut memikirkan masalah ini, sebab ini adalah kebutuhan bersama.
Bye : Arif35
Masyarakat berhak meminta pelayanan, tidak perlulah pelayanan yang terbaik jika tidak mampu, tapi cukuplah penuhi kebutuhan dan harapan minimal masyarakat itu. (21/07)

0 komentar:

Posting Komentar